29 Juli 2009

Tantangan Memulai Wirausaha


Sebagian besar rintangan memulai berwirausaha sesungguhnya berasal dari diri sendiri. Orang yang mampu memulai usaha adalah orang yang mampu menghilangkan mental blocking, mengalahkan diri sendiri. Karena, hambatan terbesar bersalah dari diri kita sendiri.

1. MODAL

Rintangan inilah yang paling sering dikeluhkan orang ketika akan memulai usaha. Tanpa modal mana mungkin bisa membangun sebuah usaha. Tetapi bukti memperlihatkan bahwa banyak orang yang benar-benar bisa memulai usaha dengan modal yang relatif kecil. Baruno, produsen sandal dari eceng gondok, bermodal awal Rp 15 ribu untuk membeli 5 kg eceng gondok. Omzet usahanya pada tahun 2000 lebih dari Rp 100 juta perbulan. Hadi Soenyoto, pengusaha industri rekaman, semula pedagang kotak video. H. M. Yunus, pemilik rumah makan Pondok Patin di Riau bermodal usaha kepercayaan.

Masfuk adalah pengusaha perhiasan emas tiruan beromzet Rp 1,5 milyar perbulan pada tahun 1999. Dia memulai usaha pada 1989 dengan modal Rp 350 ribu dengan peralatan seadanya. Purdie Chandra, raja bisnis bimbingan tes, bermodal awal (pada 1982) sebesar Rp 300 ribu. Sujak Widodo, dengan ‘modal dengkul’ mendirikan bengkel sepeda motor yang pada tahun 1994 mencapai omzet Rp 70 juta perbulan. Anak Agung Gede Kurnia, pemilik Agung Rai Museum of Art di Ubud Bali, memulai usaha tanpa modal.

2. USIA

Ada pula yang enggan berwirausaha karena merasa diri masih terlalu muda. Tetapi sebaliknya, ada juga yang berasalan karena sudah terlalu tua. Rasanya aneh, karena dua alasan ini saling bertentangan. Soal usia yang masih terlalu muda, kenyataannya Dave Thomas, pendiri Wendy’s Restaurant memulai usaha rumah makan pada usia 15 tahun. Oprah Winfrey, pembawa acara yang terkenal di dunia, memutuskan untuk mendapatkan penghasilan dengan bakat bicaranya pada usia 12 tahun. Bill Gates, mulai berdikari pada usia 13 tahun yang kemudian pada usia 19 tahun mendirikan Microsoft bersama Berry Gordy. James E Casey pendiri UPS (United Parcel Service) memulai usahanya di usia 15 tahun.

Atau contoh yang melegenda, di usia 66 tahun, Kolonel Sanders baru memulai usaha dengan mendirikan Kentucky Fried Chicken (KFC) dan berhasil gemilang di usia 80 tahun.

Jika usia setengah baya dianggap terlalu tua untuk merintis usaha baru, tidak demikian dengan Ray McDonald’s Kroc. Si penjual hamburger kelas dunia itu memegang prinsip anggur, yaitu makin tua usia makin berjaya. Bekas penjaja mesin milkshake ini memulai usaha pengembangan restoran waralba cepat saji McDonald’s pada usia yang telah mendekati masa pensiun. Tokoh ini tidak menjadi apatis karena pertambahan usia. Ia terus berkarya, bahkan menciptakan perubahan besar yang positif bagi kehidupannya dan orang-orang di sekitarnya pda usia 52 tahun.

3. BAKAT

Banyak juga yang merasa diri tidak berbakat berwirausaha karena terbelenggu mitos bahwa wirausahawan itu dilahirkan. Sampai di sini pertanyaan muncul, ‘Apakah berwirausaha dapat dipelajari atau dilatih?’ Jawabannya adalah berwirausaha bisa dipelajari dan dilatih. Ini berdasarkan antara lain dari hasil kajian ilmiah yang dilakukan oleh Brandeis University dan Koch Foundation terhadap para peserta dan alumni program kewirausahaan di National Foundation for Teaching Enterpreneurship, bahwa kewirausahaan dapat diajarkan. Kemudian, pengakuan dari para wirausahawan.

Moris, seorang wirausahawan mengatakan bahwa wirausahawan itu ‘dilahirkan’ sekaligus ‘diciptakan’. Lebih lanjut Moris menyatakan semua orang mempunyai peluang menjadi wirausahawan. Prof. Musa Asy’arie, seorang wirausahawan, dosen, dan penulis, mengungkapkan dengan tegas bahwa wirausahawan dapat diciptakan. Pakar manajemen Peter F Drucker menulis dalam innovation and Entrepreneurship, ”Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausaha, dan berperilaku seperti wirausaha. Sebab kewirausahaan lebih merupakan perilaku daripada gejala kepribadian, yang dasarnya terletak pada konsep dan teori, bukan pada intuisi semata”.

Tentu masih banyak lagi rintangan ketika akan memulai usaha. Misalnya, sistem masyarakat, tingkat pendidikan, lingkungan usaha yang tidak mendukung, takut gagal, dan lalin-lain. Dapat dibuktikan bahwa semua rintangan ini sesungguhnya bermula dari diri sendiri, bermula dari pemikiran diri sendiri. ( bersambung / int )


26 Juli 2009

Warkop Karampuang


Sebagai bentuk kecintaan saya terhadap keragaman seni & budaya Kabupaten Sinjai, saya mencoba mencari cara tepat melakukan promosi potensi seni & budaya Sinjai. Salah satu cara tersebut adalah membuat sebuah usaha warung kopi yang saya beri nama warkop Karampuang. Nama Karampuang sengaja saya jadikan sebagai ikon warkop, karena di kawasan adat Karampuang desa Tompobulu kecamatan Bulupoddo Kab. Sinjai inilah, semua keragaman maupun peninggalan seni & budaya masa lampau masih terjaga hingga sekarang. Semoga para pemangku adat di Karampuang ( Tomatoa, Sanro, Guru, Gella ) memberi restu atas penamaan ini.
Untuk para pengguna internet yang ingin menikmati layanan gratis Hot Spot Area, silahkan berkunjung ke warkop kami di jalan Syarif Al-Qadri Sinjai ( Samping gedung pemuda Sinjai ). Ditempat ini, anda juga bisa mendapatkan informasi tentang dunia pariwisata secara umum di kabupaten Sinjai, anda bisa menjadikan tempat ini sebagai lokasi diskusi & area baca bagi anda yang haus akan informasi.

18 Juli 2009

Bom Mega Kuningan

Hiruk pikuk Pesta demokrasi pemilihan presiden
dan wakil presiden 2009 telah usai. Pasangan SBY - Boediono
ditasbihkan sebagai pemenang versi lembaga survei. Namun saat pikiran kita semua terfokus pada hasil akhir Pilpres versi Komisi Pemilihan Umum ( KPU ), pada persoalan indikasi kecurangan pemilu, pada isu merebaknya flu babi..., tiba-tiba
dua hotel mewah di kawasan mega kuningan, hotel Ritz Carlton dan hotel JW Marriot diguncang bom. Tanggal 17 bulan 7 pada pukul 07.., bom itu menewaskan 9 orang warga negara asing dan warga negara kita. Entah siapa pelaku dan motif dibaliknya, namun yang jelas pemerintah terutama aparat keamanan perlu sesegera mungkin mencari pelakunya. Kewaspadaan itu jangan timbul setelah masalah terjadi, namun setiap saat kewaspadaan itu harus terus terjaga. Semua pihak tentu berharap, kejadian ini tidak ada kaitannya dengan hasil pemilu. Saya yakin semua warga bangsa kita, sudah dewasa dalam hal berdemokrasi, jadi tidak mungkin melukai semangat demokrasi itu hanya dengan untaian kabel bom waktu..... Kuhaturkan turut berduka cita kepada korban, semoga keluarga diberi ketabahan........

14 Juli 2009

Ayo Bersepeda !!!

Bergabung di komunitas sepeda onthel ( Pecinta sepeda lama Sinjai / pedals ), memberi kesan tersendiri. Bisa mengoleksi sepeda lama tentu menyenangkan, namun lebih menyenangkan lagi karena bisa membantu program pemerintah di bidang lingkungan hidup. Dengan bersepeda, bisa mengurangi polusi udara dan sudah tentu menyehatkan. Mari bersepeda, tubuh lebih sehat dan bumi tetap lestari....

07 Juli 2009

Kode Etik Jurnalistik


Kode Etik Jurnalistik menempatkan independensi sebagai prinsip pertama yang harus dimiliki jurnalis, juga media, dalam menjalankan profesi ini. Sebagai mata dan telinga masyarakat, sikap independen jurnalis dan media sangat penting agar publik bisa mengambil tindakan berdasarkan informasi yang betul-betul obyektif, bukan dari informasi yang lahir karena keberpihakan jurnalis dan media terhadap kepentingan kelompok tertentu –apakah itu kepentingan pemilik media atau pemasang iklan.

Sikap profesional juga tak kalah penting bagi jurnalis dan media. Adanya Kode Etik Jurnalistik, sebagai bagian dari etika profesi, sejatinya diharapkan dapat menjadi panduan bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya, dan media saat mengoperasionalkan medianya. Salah satu sikap profesional yang disebut tegas dalam kode etik adalah tak menyalahgunakan profesi dan tak menerima suap. Prinsip-prinsip penting ini memang merupakan soal yang menjadi kepedulian -–kalau bukan keprihatinan-- komunitas media setelah era Orde Baru.

Tantangan yang dihadapi media saat ini relatif berbeda dengan di masa Orde Baru. Negara, yang di masa lalu merupakan momok penting bagi kebebasan pers melalui sensor dan pembredelan, kini tak seperkasa dulu. Namun, ancaman sensor dan intervensi tak lantas menghilang. Saat ini, sensor itu bisa datang dengan cara dan oleh pelaku yang berbeda. Salah satunya adalah dari pemasang iklan dan pemilik media. Inilah yang menjadi salah satu tantangan besar bagi independensi dan profesionalisme media saat ini.


Pasca reformasi, sejarah pers di Indonesia mengalami banyak kejadian yang signifikan yaitu berkembangnya kebebasan pers, kebebasan berserikat bagi para wartawan, dan peningkatan jumlah penerbit pers yang luar biasa. Data terakhir dari SPS menunjukkan, jumlah media cetak di Indonesia mencapai 829. Angka yang luar biasa.

Namun masih banyak masalah di balik capaian-capaian itu. Kebebasan pers tidak serta merta berhubungan lurus dengan profesionalisme dan independensi media massa. Masih banyak terjadi praktek-praktek jurnalistik yang melanggar kode etik jurnalistik. Salah satunya adalah hubungan yang tidak profesional antara jurnalis dengan pemerintah.

Survei AJI pada 2005 yang meliputi 80 media di 17 kota menunjukkan situasi yang masih sangat menyedihkan menyangkut kesejahteraan jurnalis. Dari 400 responden yang diwawancarai, sebagian besar gaji jurnalis berada pada rentang Rp 600 ribu – Rp 999 ribu/bulan (22,5%), Rp 1 juta – Rp 1,399 juta/bulan (25%), dan Rp 1,4 juta – 1,799 juta/bulan (16,5%). Mereka yang bergaji adi atas Rp 5 juta/bulan hanya berjumlah 1,3%. Bahkan masih ada jurnalis yang digaji di bawah Rp 200 ribu.

Kesejahteraan yang rendah merupakan pemicu munculnya praktek pemberian suap kepada jurnalis, selain keinginan politik dari pemerintah untuk mengontrol berita. Simbiosis tidak profesional itu masih terjadi. Survey yang sama dari AJI menunjukkan bahwa sekitar 65% wartawan menerima suap (amplop).

Sudah seringkali dilakukan kampanye terhadap pemberantasan praktek ilegal tersebut, dan belum berhasil. Ada beberapa penyebab kegagalan itu:
• Euforia industri pers memunculkan banyak wartawan tidak terdidik dan tidak profesional. Kekuatan wartawan independen dalam mengampanyekan independensi pers tidak sepadan dengan jumlah wartawan tidak terdidik yang muncul akibat euforia industri pers. Kampanye independensi jurnalis sering berisiko besar.
• Pemerintah tidak menganggap serius praktek itu sebagai masalah dan justru menganggapnya sebagai peluang untuk mengontrol opini publik
• Masyarakat memang peduli terhadap praktek tersebut, namun keprihatinan mereka kurang terkonsolidasi

Dari paparan di atas, bisa dirumuskan penyebab mendasar munculnya praktek penyuapan yaitu:
• Rendahnya kesejahteraan jurnalis akibat rendahnya kapasitas modal perusahaan dan atau hubungan industrial pers yang tidak adil
• Kepentingan politik pemerintah atau perusahaan untuk mengontrol opini publik dengan memanfaatkan rendahnya kesejahteraan jurnalis
• Ketidakpedulian perusahaan pers pada kualitas jurnalistik media mereka

Pola-pola modus penyuapan ke wartawan pun beragam. Mulai dari yang ”klasik” berupa suap amplop sampai ke budaya telepon, pemberian fasilitas pribadi, entertainment dan lain-lain. Di sisi yang lain, wartawan sudah sering melakukan peliputan investigatif untuk isu-isu tertentu. Namun mereka sendiri sering lupa atau enggan bahwa ada fenomena di dekat mereka yang membutuhkan investigasi dengan kualitas nilai berita dan signifikansi publik yang tinggi. ( www.ajiindonesia.org )

05 Juli 2009

Sajak Nasihat Untuk Para Pemimpin

Suatu siang aku melihat-lihat pemandangan yang membentang luas di sepanjang jalan dari rumahku di pinggiran ibukota, hingga kantor gubernur di Balai Kota. bendera-bendera beraneka warna, indah dipandang mata, kuhitung satu per satu dan kureka-reka, ada tiga puluh empat jumlahnya, kutanyai ibu, yang berjalan gontai di sebelahku; “bu, ibu. bendera partaikah itu?” “bukan, bukan. itu bendera pabrik kecap manis, anakku” (Arif Mahmudi)

Sang Ibu dalam sajak-sajak Arif Mahmudi itu memang sangatlah hafal bendera-bendera itu. Sampai-sampai ia menyebut partai-partai itu sebagai “pabrik kecap manis”. Berpuluh-puluh tahun hidup, janji yang bertaburan saat Pemilu tiba hanyalah berupa kecap manis pemanis bibir. Tak satupun ada yang bisa mengubah nasib keluarganya yang telah puluhan tahun jatuh pada kubang kemiskinan.

Sang Ibu itu seolah mewakili duka dan pilu seluruh penduduk miskin di Indonesia yang pada 2008 lalu meningkat menjadi 41 juta jiwa dari tahun sebelumnya sebesar 37 juta jiwa. Angka tersebut sebagai dampak dari ketidakmandirian Indonesia akan pangan, energi, dan keuangan terhadap kemiskinan dan penggangguran.

Sayangnya, angka itu tak menggoyahkan aksi para calon-calon pemimpin negeri ini untuk berjualan kecap manis, mengobral janji-janji fatamorgana. Seoalah begitu mudahnya mengatasi persoalan bangsa ini, sehingga menyelesaikannya tanpa dibarengi dengan kompetensi dan kapabelitas yang memadai. Sementara begitu mudahnya masyarakat terbuai dengan tawaran-tawaran semu yang menggiurkan.

Apa jadinya jika bangsa ini dipimpin oleh orang-orang pemain sandiwara kehidupan yang tidak memiliki karakter dan arah kerja yang jelas? Wahai para calon pemimpin, belajarlah pada cuplikan kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab ra.

Pernah suatu kali Umar bin Khattab r.a mendengar bahwa salah seorang anaknya membeli cincin bermata seharga seribu dirham. ia segera menulis surat teguran kepadanya dengan kata-kata sebagai berikut: "Aku mendengar bahwa engkau membeli cincin permata seharga seribu dirham. Kalau hal itu benar, maka segera juallah cincin itu dan gunakan uangnya untuk mengenyangkan seribu orang yang lapar, lalu buatlah cincin dari besi dan ukirlah dengan kata-kata, Semoga Allah merahmati orang yang mengenali jati dirinya."

Ada lagi, Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab r.a membutuhkan uang untuk keperluan pribadi. ia menghubungi Abdurrahman bin 'Auf, sahabat yang tergolong kaya, untuk meminjam uang 400 dirham. Abdurrahman bertanya, "mengapa engkau meminjam dari saya? Bukankah kunci baitul maal (kas negara) ada di tanganmu? mengapa engkau tidak meminjam dari sana?" Umar r.a menjawab, Aku tidak mau meminjam dari baitul maal. Aku takut pada saat maut merenggutku, engkau dan segenap kaum muslimin menuduhku sebagai pemakai uang baitul maal. Dan kalau hal itu terjadi, di akhirat amal kebajikanku pasti dikurangi. Sedangkan kalau aku meminjam dari engkau, jika aku meninggal sebelum aku melunasinya, engkau dapat menagih utangku dari ahli warisku."

Begitulah Umar Bin Khattab. Negeri ini membutuhkan Umar Umar yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik. Memiliki pemimpin yang bisa mendengar keluh kesah masyarakat kemudian memberikan solusi mencerahkan. Pastikan, kita bisa menemukan pemimpin itu